TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti sektor keamanan SETARA Institute –lembaga nonpemerintah di bidang hak asasi manusia dan demokrasi— Ikhsan Yosarie menilai agenda Dewan Perwakilan Rakyat dan eksekutif untuk merevisi Undang-Undang TNI sangat berbahaya bagi demokrasi. Sebab muatan dalam revisi undang-undang tersebut justru melenceng dari semangat untuk mereformasi TNI.
Ikhsan menilai pasal-pasal yang diusulkan untuk direvisi sesungguhnya tidak mendesak. Misalnya, usulan perubahan Pasal 47 UU TNI, yang isinya memperluas jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit aktif. Ia mengatakan saat ini jabatan non-militer yang bisa ditempati oleh prajurit TNI aktif sudah memadai sehingga tidak perlu diperluas lagi.
Pasal 47 ayat 2 UU TNI mengatur bahwa tentara aktif hanya bisa menduduki jabatan di 10 lembaga yang berada di luar institusi TNI. Kesepuluh lembaga itu adalah jabatan pada kantor yang membidangi koordinator politik dan keamanan, pertahanan...