Jakarta -
Ketua umum Himpunan Putra Putri Keluarga Angkatan Darat (HIPAKAD) Haryara Tambunan mendukung penghapusan pasal larangan berbisnis bagi prajurit TNI Pasal 39 huruf C dalam revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2024. Menurutnya penghapusan pasal tersebut tidak akan bermasalah selama prajurit TNI tidak mengabaikan tugas negara.
Dia menuturkan, HIPAKAD di bawah bimbingan KSAD telah banyak mencetak para keluarga yang melek akan digitalisasi ekonomi dan UMKM yang bekerjasama dengan kemeterian dan lembaga lainnya. Terlebih jika bisnis yang dilakukan terarah dan legal bisa berguna untuk penerimaan negara.
"Kita akan selalu mendukung penuh apa yang menjadi program dan kebijakan TNI dan bapak KSAD terutama soal bisnis. Karena dalam hal ini apabila seorang prajurit bisa melakukan bisnis yang legal dan terarah pasti akan berguna juga bagi penerimaan negara dari sektor pajak," kata Haryara kepada wartawan, Sabtu (20/7/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Haryara mengingatkan kepada para prajurit untuk menunjukkan komitmen mengutamankan tugas negara apabila aturan larangan berbisnis bagi TNI dihapus. Sebab tugas negara lebih penting dari bisnis.
"Tentu di sini, prajurit harus bisa menunjukkan komitmennya bahwasannya tugas negara di atas paling penting dan utama diatas segalanya termasuk bisnis," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak meyakini penghapusan pasal ini tidak akan jadi masalah. Dia menjelaskan, pemaknaan 'berbisnis' ini sah saja bila dilakukan oleh prajurit di luar jam dinas.
"Jadi begini. Kenapa kita tidak boleh bisnis? Karena menggunakan kekuatan. Sebenarnya sama dengan pemilihan itu. Tentara harus keluar dulu supaya jangan menggunakan kekuatannya. Jadi kalau kita berbisnis, kata-kata 'bisnis' itu bagaimana? Kalau misalnya kita buka warung, apa berbisnis itu? Ya kan? Kalau misalnya jual beli motor atau apa, ya kalau dia belinya benar tidak menggunakan (kekuatan) itu? Ya jadi berbisnis ya bisnis," ucap Maruli di Mabes AD, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (16/7/2024).
Dia meyakini kekhawatiran akan TNI menggunakan kekuatan dalam berbisnis sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Dia meminta setiap pihak bisa bersikap tenang alias tidak khawatir akan hal ini.
"Yang nggak boleh itu saya tiba-tiba mengambil alih menggunakan kekuatan. Itu nggak boleh. Itu juga saya kira dengan zaman demokrasi sekarang ini sudah nggak ada lagi lah mempergunakan kekuatan," ucap Maruli.
"Sekarang tentara takut sama media, kok. Takut sama TikTok ya kan? Ngeri itu. Tentara sudah dilatih tembak-tembakan juga, sama TikTok takut sekarang ini. Itu kenyataan yang terjadi. Jadi nggak usahlah terlalu berpikir ke mana-mana," sambungnya.
Maruli lantas mempersilakan pihak-pihak mengecek potensi dari tiap-tiap prajurit dalam berbisnis. Dia juga menyebutkan sulit untuk menakar batasan bisnis yang dimaksud.
"Memang kalau saya mau jualan apa gitu, jadi agen yang legal, kenapa? Nggak boleh? Karena kan batasan bisnisnya susah ini. Masa kalau sampingan kita jualan rokok karena memang kurang uang, kan halal. Kan di luar jam kerja," ujar Maruli.
"Kecuali kalau media masuk harus beli rokok saya. Nah itu nggak boleh itu. Nggak usah terlalu diini-iniin lah. Kita kan semakin baik semua hukumnya. Nggak bisa lagi sewenang-wenang. Boro-boro ini," imbuhnya.
Pasal 39 dalam UU TNI yang lama, yakni UU Nomor 34 Tahun 2004, berbunyi:
Pasal 39
Prajurit dilarang terlibat dalam:
1. Kegiatan menjadi anggota partai politik;
2. Kegiatan politik praktis;
3. Kegiatan bisnis; dan
4. Kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.
Sebagaimana tercantum pada pasal tersebut, larangan anggota TNI untuk berbisnis tercantum dalam poin nomor 3 dalam Pasal 39 UU TNI.
(dek/dek)