Jakarta -
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) Komjen Pol Mohammed Rycko Amelza Daniel melakukan kunjungan kerja ke Kinabalu, Malaysia. Dia menekankan perlunya meningkatkan resiliensi Warga Negara Indonesia (WNI) di Kinabalu dari ideologi kekerasan melalui konsep kebangsaan dan persatuan.
"Peningkatan resiliensi WNI di Kota Kinabalu terhadap paham radikal-terorisme perlu terus ditingkatkan dengan menguatkan konsep nilai kebangsaan dan persatuan," kata Rycko di KJRI Kota Kinabalu Malaysia dalam keterangan tertulisnya, pada Sabtu (20/7/2024).
Dia mengingatkan agar seluruh pihak mengedepankan prinsip persatuan serta terus mewaspadai kelompok yang membenarkan aksi-aksi intoleran di dalam bermasyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita perlu bersatu dalam perbedaan, unity in diversity, duduk dalam perbedaan dan berhati-hati terhadap pihak-pihak yang mengajarkan intoleransi, radikalisme hingga terorisme," ajaknya.
Lebih lanjut, Rycko mengingatkan pentingnya meningkatkan pengetahuan kebangsaan terutama pada kelompok rentan yaitu perempuan, remaja dan anak.
Sementara itu, Konsul Jenderal KJRI Kota Kinabalu Sabah, Bapak Rafail Walangitan menyambut baik upaya pencegahan ideologi kekerasan yang mengarah kepada terorisme di wilayah kerja Sabah mengingat ancaman terorisme merupakan kejahatan transnasional dan klandestin.
"Ancaman terorisme telah melampaui batas suku, budaya, negara. Kita perlu waspada terhadap ancaman terorisme yang bisa terjadi dimana saja. Kami menyambut baik kegiatan ini," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Perangkat Hukum Internasional BNPT RI Laksamana Pertama Imam Subekti menyampaikan hasil penelitian mengenai Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang terlibat terorisme baik melalui aktivitas propaganda di media sosial, pendanaan terorisme, hingga panduan menghindari terlibat dalam aktivitas radikal-terorisme.
Kegiatan inI ditutup dengan pemutaran film dengan judul "Pilihan" yang diprakarsai oleh Noor Huda Ismail (Ruang Migran) dan diproduseri Ani Ema Susanti. Film tersebut menceritakan mengenai kisah persoalan perempuan pekerja migran dan jebakan terorisme di media sosial.
(idh/idh)