Jakarta -
Indonesia darurat penyakit obesitas. Tercatat angka obesitas di Tanah Air terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
Dokter memperkirakan setidaknya 1 dari 5 orang dewasa di Indonesia saat ini mengidap obesitas. Karena itu, penyakit yang satu ini tidak boleh disepelekan. Sebab jika dibiarkan obesitas bisa memicu komplikasi terhadap penyakit lain, seperti jantung, darah tinggi, hingga kanker, seperti dikutip dari laman Kemenkes.
Untuk diketahui, obesitas merujuk pada kondisi penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama. World Health Organization (WHO) menyatakan, obesitas sebagai permasalahan epidemi karena lebih dari 9 juta orang meninggal setiap tahun akibat obesitas pada tahun 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebanyakan orang menganggap obesitas disebabkan karena terlalu banyak makan. Padahal, nggak cuma itu saja faktor pemicunya, lho. Ada banyak hal yang bisa menyebabkan seseorang mengalami kondisi berat badan berlebih alias obesitas.
Pertama, yaitu malas bergerak (mager) dan kurang melakukan aktivitas fisik. Selain itu juga riwayat obesitas orang tua, dan kurangnya waktu tidur.
Riset menunjukkan, remaja yang memiliki durasi tidur pendek (≤8 jam per hari) berisiko 3 kali untuk mengalami obesitas dibandingkan dengan remaja yang mempunyai durasi tidur panjang (>8 jam per hari).
Studi Ungkap Bahaya Paparan Zat Kimia BPA Bisa Sebabkan Obesitas
Ternyata kelainan hormonal akibat paparan senyawa kimia, termasuk di masa kehamilan, juga menjadi biang kerok penyakit obesitas pada anak-anak dan remaja. Sebuah studi yang dirilis National Library of Medicine menguji hubungan dari paparan Bisfenol A (BPA) pada ibu hamil dengan risiko obesitas.
Riset ini melibatkan 500 pasangan ibu dan anak di Kreta, Yunani. Hasilnya, konsentrasi BPA yang lebih tinggi pada urin anak-anak berhubungan dengan meningkatnya BMI, lingkar pinggang dan ketebalan kulit pada anak usia 4 tahun. Sebaliknya, konsentrasi BPA pada awal kehamilan memiliki hubungan dengan angka BMI yang lebih rendah pada anak perempuan.
Temuan senada juga disampaikan dalam jurnal yang ditulis Damaskini Valvi, dan diterbitkan National Library of Medicine. Studi tersebut mengungkapkan adanya kaitan antara paparan BPA di masa prenatal dengan kasus obesitas pada anak-anak.
Sekadar diketahui, BPA merupakan bahan kimia yang biasa digunakan dalam berbagai jenis kemasan. Di Indonesia sendiri, BPA banyak ditemukan pada kemasan botol plastik, termasuk galon. Senyawa ini disebut mudah larut ke dalam cairan yang bersentuhan dengannya, sehingga bisa memicu masalah kesehatan yang signifikan.
Lebih lanjut penelitian The Role of the Bisphenol A in Diabetes and Obesity menunjukkan cara kerja BPA yang dapat mengganggu metabolisme dalam tubuh. Dikatakan, senyawa BPA dapat 'menipu' dan mempengaruhi sistem endokrin, dengan cara berikatan dengan reseptor estrogen, yang menyebabkan gangguan ketidakseimbangan serupa dengan gangguan endokrin yang terjadi selama kehamilan akibat perubahan kadar estrogen, seperti gangguan metabolisme glukosa dan resistensi insulin. Kondisi tubuh yang 'kebal' terhadap insulin ini dinilai menjadi salah satu akar penyebab penyakit diabetes.
(anl/ega)